Minggu, 11 Juli 2010

Keteladanan Chengho dalam Kehidupan yang Majemuk


"Konon di daerah didaerah Prapat kurung Surabaya dulu,tiba-tiba ada sebongkah kayu berukuran besar panjangnya mencapai 9, 10 M dengan ketebalan 40 CM. Karena terlalu besarnya, masyarakat setempat dibuat bertanya"tukas Imam Gozaly atau dikenal dengan Go Ka Bok tokoh Klenteng. Ditengah-tengah ketidak mengertian masyarakat setempat, ada sebagian masyarakat mendorongnya ketengah dengan harapan kayu tersebut hilang ditelan arus ombak.Namun anehnya setiap kali kayu tersebut di tengahkan ke laut kayu itu kembali lagi ke tepi pantai. akhirnya oleh masyarakat kayu tersebut di kurung agar tidak lari kemana-mana.lalu kayu tersebut dipercaya sebagai kayu bongkahan dari pecahan kapal Laksamana Cengho yang dikenal juga sebagai Sampo Khong yang dikenal sebagai penjelajah samudra dunia selam 7 kali berturut-turut dalam kurun waktu 28 tahun(1405-1433SM).Tak kurang ada benua yang di singgahi antara lain 30 negara di Asia, Timur Tengah dan Afrika.Bila dirunut dari penjelajahan Cengho di Tanah Jawa setelah melalui Tanjung Priok, Cirebon, Semarang.Perjalanannya kemudian berlanjut ke Tuban kepada warga pribumi, Ceng Ho mengajarkan bercocok tanam, berternak, pertukangan, dan perikanan. Selain itu misi Ceng Ho yang utama yang diembannya dri Kerajaan adalah berdagang dan menjalani hubungan persaudaraan Hal yang sama dilakukan waktu singgah di Gresik lalu ke Surabaya.Pada waktu hari Jumaat, Ceng Ho mendapat kehormatan menyampaikan Kotbah pada warga Surabaya yang jumlahnya mencapai ratusan orang.Kunjungan selanjutnya ke Mojokerto ke kerajaan Majapahit.Singkat cerita berdasarkan kesepakatan bersama akhirnya di wilayah Prapat Kurung di buat bangunan semacam gubuk distu maysrakat China melakukan persembahan dan sesaji sebagai bentuk penghormatan kepada Ceng Ho yang pasti pada tahun 1935 bangunan tersebut pindah jalan Gresik. Ditempat yang baru tersebut dibangun Klenteng menghadap ke arah utara. tak lama kemudian dipindahkan lagi ke arah barat yaitu di jalan Demak. Disini nama Ceng Ho atau sam po Khong mendapat nama baru oleh masyarakat setempat yakni dengan sebutan Mbah Ratu.
Perpaduan Budha-Kejawen
Kebanyakan Klenteng menganut Tri Dharma, di klenteng ini hanya terdapat 2 agama yaitu Budha dan kejawen. Dua agama ini memiliki persamaan dalam menjalankan peribadatan. keduanya memiliki liturgi menabur kembang dan membakar kemenyan sebagi wujud sembayang kesamaan 2 agama ini terus dilestarikan sampai sekarang. setiap juamaat Legi, Umat yang seringkali melakukan persembahan sebagai bentuk syukur kepada yang agung tak jarang mereka mengadakan pertunjukan wayang kulit setiap Malam Jumaat Legi(8 Agustus) yang dipercaya sebagai hari istimewa dan dipercaya bahwa masyarakat mendapat berkat bila syukur itu diwujudkan dengan pertunjukan wayang kulit. Tidak hanya umat dari agama budha tetapi juga dari umat sekitar.Tanggal 8 Agustus sebagai tanggal mendaratnya Ceng Ho di tanah Jawa. Pada hari tersebut ada sekitar 200 0rang berkumpul bersama-sama.
Cengho berasal dari Propinsi Hinan pada zaman dinasti Ming ditempat tersebut Ceng ho menjabat sebagai kepala rumah tangga istana yang kemaluan dikebiri oleh raja. Armada Cengho mencapai ratusan unit. Tahun 1994 Klenteng tersebut di renovasi oleh Panitia pembangunan yang dipimpin oleh Njoto Hadi
(Rian/Tito)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar